Hai Hai Haaai :D



Perkenalkan, namaku Nurlafita, panggil aku ‘Ta’. Aku mahasiswi semester 2 di Universitas Negeri Malang atau UM. Apa? Kenapa bukan UNM? Ya memang bukan, kawan! Jadi, legendanya begini. Setelah para mantan IKIP menjadi Universitas Negeri, ada empat mantan IKIP yang kotanya punya inisial sama; Malang, Makassar, Medan dan Manado. Tidak mungkin mereka memiliki singkatan yang sama sehingga tidak bisa dibedakan. Akhirnya Tuan Rektor dari empat PT itu berkumpul untuk bermusyawarah. Namun tidak juga didapatkan cara yang paling baik untuk menentukan singkatan tiap PT.
Alhasil, mereka memutuskan melakukan hom-pim-pah, untuk dapat memilih singkatan nama PTnya. Dan yang yang menang ternyata adalah Makassar! Mantan IKIP Makassar pun sejak saat itu memiliki singkatan nama yang paling normal, UNM. Sedangkan Malang memilih UM. Manado memilih UNIMA dan Medan memilih UNIMED. Yah, kalo kamu percaya legenda barusan, berarti kamu juga tertipu, seperti aku tertipu saat ayahku menceritakan itu padaku (ayahku dosen UNM). Adapun cerita betulannya, aku juga belum tau. Yang jelas, Universitas Negeri Malang itu UM. Bukan UNM. Oke? ^^
Oiya, sudah satu semester aku di Malang (secara kronologis baru 4 bulan sih. Tapi secara akademik sudah 1 semester. Hehehe). Butuh penyesuaian dari kehidupan waktu aku masih SMA dengan kehidupanku di sini sekarang. Aku lahir di Surabaya, besar di Makassar, SMA di Jogja dan kuliah di Malang. Waktu SMA, aku memang sudah mulai merantau. Tapi di sana saat itu sama sekali berbeda dengan sekarang. Di Jogja saat itu ada kakak-kakakku, di sini aku betul-betul sendiri. Di sana aku punya kamar kos sendiri, di sini aku harus tinggal bertiga dalam satu kamar. Di sana aku tinggal hanya berjarak 1 meter dari mesjid dan bisa sholat lima waktu di mesjid. Aku bisa bebas sendirian, berkeluh kesah dan menenangkan diri di mesjid. Di sini, mesjid bisa didapatkan dengan berjalan minimal 8 menit. Kosku di Jogja ada di antara selokan Mataram dan kali Code. Selalu terdengar gemericik air yang menyejukkan. Di sini, di depan kosku adalah jalanan yang cukup ramai dan penuh polusi sedangkan di belakang kosku adalah kompleks pemakaman.
Mari kita memahami secara non-etis[1] tentang hal-hal di atas. Karena bukan kelebihan atau kelemahan yang ingin kutekankan di sini. Aku hanya ingin mengatakan, bahwa betapa hebatnya manusia dalam beradaptasi. Setelah satu semester ini, aku merasa memiliki tempat tinggal, keluarga, saudara di Malang ini. Aku tahu, kita hidup itu kayak main game, kalo udah lolos level yang satu, bakal naik ke level selanjutnya. Dan gak ada level selanjutnya yang lebih gampang dari level sebelumnya. Di sebuah level, kita bakal pernah kesusahan karena rintangan-rintangannya. Tapi setelah kita bisa mengatasinya, kita bakal menikmati kehidupan di level itu. Tetaplah bersyukur dan yakin semua akan berakhir dengan baik.
Nah, di UM aku kuliah jurusan Psikologi, sesuai keinginanku sejak masih SMP. Banyak yang bilang, orang yang belajar psikologi itu bisa langsung mengetahui luar-dalam seseorang dalam sekali lihat. Menurutku, itu berlebihan dan sebetulnya semua orang bisa melakukan itu. Lagi pula, jika itu adalah sebuah teori, aku adalah bukti dalam falsifikasi[2] teori tersebut. Aku  cukup mudah percaya pada orang lain terutama yang berbicara langsung padaku. Karena aku menganggap, seseorang tidak dewasa jika ia berbohong. Itu juga karena aku tidak bisa tahu maksud sebenarnya dari orang itu, termasuk aku tidak bisa tahu orang itu berbohong atau tidak. Dan karena aku terlalu sering mendapatkan dampak negatif dari sifatku itu, aku mulai berhati-hati dan memutuskan untuk tidak semudah itu lagi percaya pada orang lain.
Aku memilih psikologi bukan karena ingin menjadi peramal—semacam hal di atas. Aku hanya sangat tertarik pada mereka yang ‘berbeda’ dari yang orang lain anggap pada umumnya. Mungkin seperti anak berkebutuhan khusus karena kelainan fisik atau pun mental. Tetapi aku juga sangat tertarik pada mereka yang kehidupannya hanya kudapat dari media. Seperti para wanita tunasusila, kaum gay atau lesbi, para kriminal jalanan, ODHA atau bahkan psikopat.  Ada apa dengan mereka? Tidak mungkin mereka menjadi seperti itu tanpa ada sebabnya. Dengan mengetahui penyebabnya, ada kemungkinan mendapatkan jawaban dari permasalahan itu. Dan psikologi kurasa bisa mengantarkanku pada itu semua. Aku tidak ingin menjadi seperti mereka, aku juga bukannya ingin masuk dan tinggal di dunia mereka. Aku takut dengan psikopat, benci dengan perbuatan PSK, dan tidak akan memakan benda-benda haram yang memabukkan itu. Aku hanya ingin menolong mereka, atau orang lain agar bisa hidup lebih baik.
Terakhir, aku percaya, semua orang di dunia ini baik. Jika pun tidak, aku yakin, pasti selalu ada orang baik yang tersisa di dunia ini. Dan jadilah orang baik, karena itu akan membuat harapan orang-orang yang berkeyakinan seperti aku akan selalu ada dan hidup pun jadi lebih indah :D


[1] Non-etis: tidak memandang baik atau buruknya berdasarkan nilai, membicarakan dengan apa adanya.
[2] Falsifikasi: dari kata false=salah, pematahan atas sebuah teori.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aku dan Langit

Harder Level

I See The Moon