Sandal Biru :D
Aku punya sepasang sandal berwarna
biru. Merknya Syalala (bukan merk
sebenarnya). Aku membeli sandal itu saat awal aku tinggal di Malang. Sandal
dengan motif yang manis. Awalnya sandal itu bagus, warnanya kinclong. Motifnya
jelas. Tebal. Sandal itu kupakai ke mana saja, kecuali ke kamar tidur. Ke kamar
mandi, ke masjid, beli makan, ke kos teman, bahkan ke kampus kalau ada acara
tidak formal. Sandal itu baik sekali. Nyaman dipakai. Tidak pernah protes
walaupun diinjak-injak, karena ia merasa bahwa memang begitulah tugasnya. Ia
tulus, tidak mudah putus.
Aku sering mencari kemana hilangnya
sandalku itu saat aku membutuhkannya untuk kupakai pergi mengaji. Kucari ke
sana kemari. Mungkin di bawah motor-motor, atau di dekat rak sepatu, tapi tidak
ada. Lalu tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka. Mbak kosku yang memakainya.
Ternyata sandalku sering digunakan oleh kaki-kaki lain yang membutuhkan :D
Sekarang sandalku semakin bertambah
umur. Motifnya sudah tidak jelas, sudah mulai terhapus menjadi warna biru.
Ketebalannya juga berkurang. Tapi sandal itu tetap nyaman di kakiku. Meski ia
bukan sandal mahal (harganya tak sampai lima belas ribu rupiah), ia lebih
bermanfaat dari pada sandal yang mungkin lebih mahal tapi tidak tahan air,
bikin kaki lecet atau malah putus di tengah jalan.
Hari itu aku ada acara ke pantai.
Pantai pertamaku di Malang. Pantai Goa Cina. Aku dengan santainya menggunakan
sandal jepit tersayangku itu. Awalnya aku memakai itu memang karena kau tidak
punya sandal santai lainnya. Sebetulnya aku bisa pinjam sandal mbak kosku, tapi
entah mengapa aku merasa senang memakai sandal itu. Aku memutuskan untuk
memakainya.
Saat aku keluar, temanku
mengomentari, ia kaget dan bertanya, “Serius pakai sendal itu?”
Aku bersyukur karena aku bukan orang
yang mudah jatuh mental walaupun orang lain berkata-kata seperti itu. Setidaknya
aku ‘sok kuat’. Bila aku telah memutuskan sesuatu, sebisa mungkin aku tidak
akan berubah pikiran kecuali memang terlihat jelas beda manfaatnya. Aku telah
sepakat bahwa aku akan memakai sanda ini untuk bersenang-senang di pantai hari
ini. Toh hanya ke pantai, bukan acara formal. Toh di pantai gak pake sendal.
Aku di pantai dan aku bersama sandal
biruku. Rasanya indah sekali. Hahaha, katakan aku ini aneh—menikmati pantai
bersama sandal. Aku hanya berpikir, kenapa mendiskriminasikan sandal itu? Kalau
acara senang-senang, sandal yang dipakai yang bagus. Kalau buat yang
remeh-remeh, pakai sandal yang jelek ini. Kasian aja. Padahal sandal jelek itu
yang melindungi kaki kita dari becek, batu-batu di sepanjang jalan juga dari
panasnya tanah di siang hari. Apa salahnya sesekali dipakai ke pantai?
Kalian boleh bilang, sandal itu
tidak bernyawa dan tidak memiliki perasaan, atau ini bukan lagi zaman animisme,
kok masih percaya di semua benda pasti ada roh gaibnya. Terserah. Aku tak
peduli :) setiap orang punya cara masing-masing. Rasanya mewah saat kita bisa
tidak peduli dengan orang lain mengenai diri kita yang apa adanya.
Komentar
Posting Komentar