Cinta dan Pernikahan
Ada seorang
murid yang ingin mengerti apa itu cinta dan juga pernikahan. Ia lalu bertanya
pada sang guru, “Wahai Guru, beritahu aku tentang cinta dan pernikahan.”
“Jika kau ingin
tahu apa itu cinta dan pernikahan, masuklah ke taman bunga itu. Kau hanya boleh
maju dan tidak boleh berbalik atau mundur. Kesempatanmu hanya sekali. Pilihlah satu
bunga yang paling indah,” perintah gurunya. Sang murid dengan antusias melakukannya.
Ia masuk ke
dalam taman bunga. Baru beberapa langkah, ia menemukan banyak bunga yang sangat
indah. Ketika melihat satu yang menurutnya indah, ia berpikir, mungkin di depan
ada yang lebih indah. Akhirnya ia meneruskan langkah. Ada bunga yang terlihat
lebih indah dari sebelumnya. Maka ia hendak memetiknya, kembali ia berpikir
bahwa mungkin di depan ada yang lebih indah dari yang ini. Begitu seterusnya
hingga tanpa sadar, ia telah ada di ujung pintu keluar taman bunga. Hatinya menjadi
susah dan menyesal karena tidak memilih satu pun bunga-bunga yang indah tadi. Ia
kembali pada gurunya.
“Sekarang
masuklah ke dalam hutan, carilah pohon pinus yang paling tinggi dan bagus. Sama
seperti tadi, hanya ada satu kesempatan bagimu. Tidak boleh mundur atau
berbalik sama sekali,” perintah sang guru.
Murid itu segera
menuju hutan. Begitu ia melihat pohon pinus yang dianggapnya cukup tinggi dan
bagus, ia langsung menebangnya dan membawanya pada sang guru.
“Wahai muridku,
ini bukanlah pohon yang paling tinggi dan bagus di hutan. Mengapa ini yang kau
pilih?” tanya guru. Murid menjawab,
“Wahai guru, aku
tak ingin mengulang kesalahanku saat di taman bunga tadi. Pohon ini mungkin
bukan yang paling tinggi dan bagus, tapi pohon ini bisa dihias dan dipoles menjadi
lebih bagus bahkan mengalahkan pohon tertinggi dan terbagus di hutan tadi.”
Sang guru tersenyum
dan menasihati,
“Begitulah cinta
dan pernikahan, wahai muridku. Dengan mendahulukan cinta, kau memilih perempuan
dengan tidak pernah merasa puas. Hanya menginginkan kesempurnaan yang terlihat
dari luar padahal kesempurnaan itu hanya milik Allah. Hingga akhirnya telah
lewat waktunya dan tidak ada lagi yang akan menjadi bungamu. Berbeda ketika
menikah, kau melihat dan mempertimbangkan potensi yang ada di dalam diri
perempuan itu, tidak hanya sekedar penampilan luar. Setelah menikahinya, toh
kau bisa mengarahkan perempuan itu menjadi lebih baik. Jika hanya masalah
penampilan luar, seperti wajah, itu hanya sementara. Setelah di surga, wajahnya
akan menjadi lebih cantik dari bidadari surga sekalipun.”

siip,, mampir2 yk blog ku,,
BalasHapus