Home Sweet Home Sick :')
Bulan mei. Sudah
satu minggu aku mulai liburan semester genap. Liburan yang cukup panjang,
hampir tiga bulan. Tapi aku tidak langsung pulang. Aku masih di Malang
mengikuti program PPM (Pondok Pesantren Mahasiswa) Al-Kautsar. Aku tidak
menyangka, aku bisa seperti ini. Hahaha. Apa ini sudah termasuk bukan hidup yang
seperti pada umumnya? Apa ini sudah cukup berbeda?
Aku pikir
hidupku ini benar-benar biasa. Namun jika kupikir-pikir lagi, ini tidak terlalu
biasa. Mungkin ada yang lebih luar biasa, tapi setidaknya masih lebih banyak
yang lebih umum hidupnya dari pada aku. Baiklah, tidak perlu membahas itu. Sejak
SMA, aku menyadari bahwa aku bukan lagi anak rumahan. Aku bukan lagi anak yang
tinggal di rumah dengan orang tua. Termasuk, tidak lagi mendapatkan keistimewaan-keistimewaan
yang hanya didapatkan anak yang tinggal di rumah. Seperti tersedianya makanan
saat kita ingin makan. Tidak perlu memikirkan kekurangan uang. Juga selalu ada
yang menjadi tempat meluapkan perasaan saat senang, sedih atau kecewa. Aku sering
merasakan, aku hanya bisa membanggakan nilai yang kuperoleh hanya pada
keluargaku. Sebab ketika aku memberitahu orang lain mengenai prestasiku yang
kebetulan cemerlang, aku sering merasa dikira sombong. Hahaha.
Kini aku sudah lulus
SMA. Dulu saat masih SMA aku pulang setahun sekali, itu pun hanya sebentar. Begitu
sudah tahu kapan mulai libur, aku langsung menghubungi Papa untuk minta
dibelikan tiket pulang. Jadi hari pertama libur langsung pulang karena ingin
bisa selama mungkin di rumah. Bahkan aku merelakan banyak kegiatan yang
seharusnya kuikuti di sekolah maupun di masjid karena lebih memilih pulang. Aku
merasa sudah cukup ‘keren’ karena pulang hanya setahun sekali. Tapi sekarang, aku
sepertinya mulai mengerti dewasa itu seperti apa.
Aku ingin
menjadi MT (muballighot atau penyampai agama, ustadzah). Aku juga ingin
menjadi hafidz (penghafal) Al-Quran. Aku ingin jadi mahasiswa berprestasi.
Aku ingin punya banyak pengalaman. Untuk itu, aku harus menunda pulangku. Pertama,
PPM mengadakan asrama. Selain itu, peraturannya sudah jelas, santri boleh
pulang awal bulan Juli. Aku akan mempersungguh. Aku harus kuat. Meskipun rumah
sangat menggiurkan, aku harus menahan. Ini demi cita-cita. Ini bukti aku
benar-benar sungguh ingin meraihnya. Selain itu, kalau kuingat kakakku yang
sudah bekerja, dia malah lebih susah lagi untuk pulang. Belum lagi kakakku yang
satunya jika ia menikah. Hidup akan bersama keluarganya sendiri. Waaw,
beginikah hidup? Betapa aku telah memulainya tanpa aku menyadarinya.
Aku pada
akhirnya tidak selamanya tinggal dengan Mama Papa karena nantinya aku yang akan
ada di posisi itu. Tapi sungguh, jika bisa aku ingin tinggal dengan mereka
berdua. Menjaga mereka hingga hari tua mereka. Aku ingin berbakti pada mereka. Sedih
rasanya mengingat perempuan kebanyakan harus ikut suami dan jarang sekali ada laki-laki
yang mau tinggal dengan orang tua istri mereka. Aku tidak mau tinggal dengan
orang tuaku satu rumah, tenang saja. Mungkin rumah kami berdekatan atau
bersebelahan. Jadi aku bisa selalu ada untuk mereka. Aku ingin menjadi daging
dalam sandwich. Mengurus generasi di atasku dan di bawahku. Menjadi anak yang mengurus
orang tua sekaligus menjadi orang tua yang mengurus anak. Oke, itu hanya
rencana. Rencana terbesar yang aku tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berdoa
dan berserah pada takdir Allah.
Saat ini yang
kurasa adalah rindu. Rindu sekali pada keluarga. Jika saja kalian sadar, betapa
kita ini orang yang penuh dengan kekurangan. Mungkin di mata orang lain kita
adalah satu dari sekian banyak orang di dunia ini. Tidak spesial. Biasa saja. Tapi
di mata keluarga, kita ini berarti. Orang tua yang selalu membanggakan kita. Kakak-kakak
yang menyayangi dan adik-adik yang merindukan kita.

Komentar
Posting Komentar