Kedukaan Setelah Anak Meninggal: Bagi Orang Tua dan Saudara yang ditinggalkan
![]() |
| Photo by Mike Labrum on Unsplash |
Ini tugas Psikologi Perkembangan waktu kuliah dulu. Dan yaah, jadi cukup paham dan mengerti tentang keberdukaan itu. Semoga bisa membantu.
Masalah dari novel:
The Lovely Bones
Oleh Alice Sebold
1.
Resensi
Sebuah kisah tentang keluarga Sussie Salmon yang
dibunuh pada usia 14 tahun pada 6 Desember 1973, oleh seorang psikopat yang
pedofil. Perginya Sussie membuat perubahan besar bukan hanya secara fisik, tapi
psikis orang-orang yang ditinggalkannya. Para tetangga merasa kehilangan gadis
ramah yang ceria dari lingkungannya. Teman-teman sekolahnya berduka sekaligus
takut dan penasaran akan kasus Sussie. Cinta pertamanya tak berhasil
mengalihkan perhatiannya, meski ia adalah pemuda yang menarik bagi anak
seusianya. Namun yang paling menyedihkan adalah perubahan pada keluarganya,
sang ayah menyalahkan dirinya dengan pikiran yang penuh dengan pernyataan: aku
tidak di sana saat anak gadisku memerlukanku. Ibunya kembali terhempas ke masa
lalu dan membuatnya semakin terpuruk dengan keinginan terpendamnya. Lindsey,
adik perempuan yang hanya berbeda setahun dengannnya, menjadi sosok yang selalu
mengingatkan orang-orang pada Sussie—itu beban yang berat, ketika semua orang
melihat Linsdsey dan yang tergambar adalah anak perempuan mengenaskan penuh
darah. Buckley, adik laki-lakinya yang ketika itu berusia 4 tahun, belum
mengerti sepenuhnya arti kepergian Sussie, namun hingga bertahun-tahun
setelahnya, rasa rindu pada kehadiran Sussie tidak pernah menghilang.
2.
Teori
Ketika
kehilangan orang yang penting dalam hidupnya, seseorang akan mengalami suatu
proses yang disebut berduka (grieving).
Keberdukaan ini wajar dan alami. Keberdukaan ini akan membantu seseorang
menerima dan memahami kehilangannya. Berkabung (mourning) ialah ekspresi yang tampak dari keberdukaan dan
kehilangan. Berkabung termasuk ritual ataupun kegiatan lain yang berhubungan
dengan kebudayaan, kepribadian dan agama yang dianut orang tersebut. Berkabung
juga merupakan salah satu proses dari keberdukaan atas kehilangan. Keberdukaan
menyangkut berbagai macam emosi, tindakan dan ekspresi yang membantu seseorang memahami
makna kehilangannya. Namun perlu diingat, perasaan dalam berduka tidak sama
antara satu orang dengan yang lain. Dan, setiap kehilangan itu berbeda.
(American
Cancer Society, 2015)
Kematian anak
memunculkan berbagai macam emosi. Emosi paling besar yang harus diterima adalah
kenyataan bahwa orang tua akan mengalami dan menghadapi hidup tanpa anaknya.
Trauma ini membuat orang tua merasakan kecemasan, kehancuran, kekosongan,
kebingungan, depresi, sensitif, marah, sedih dan terguncang. Selain psikis,
tubuh pun bereaksi atas kejadian trauma ini dengan munculnya sakit kepala,
kejang otot, mual, kelelahan, kehilangan selera makan, insomnia, tegang dan
sensitif terhadap keributan.
(Miller,
2003)
3.
Pembahasan
Jurnal 1
AFTER THE DEATH OF A
CHILD: HELPING BEREAVED PARENTS AND BROTHERS AND SISTERS
By: William Lord
Coleman and Julius Benjamin Richmond (1916-2008)
Ringkasan:
Kematian
anak menjadi peristiwa yang amat menghancurkan bagi orang tua dalam hidupnya.
Sering kali orang tua tidak dapat ‘mengubur’ anaknya. Anak tidak akan kembali
lagi dan itu membuat kehampaan yang tak pernah bisa terisi. Ketika anak
meninggal, sesuatu dalam diri orang tua dan saudaranya ikut mati, yaitu harapan
untuk bisa bersama di masa depan. Saudaranya yang terlupakan juga merasakan
dampak afektif mendalam yang disebabkan oleh orang tua yang sedang berduka dan
dari saudaranya yang meninggal itu sendiri. Lingkaran kedukaan melebar. Setiap
satu anak meninggal, ada sekitar 10 orang yang merasakan dampak mendalam pada
perasaannya.
Banyak
hal yang mempengaruhi kedukaan orang tua dan saudara yang ditinggal. Apabila
orang lain dapat meghargai faktor-faktor ini, maka akan lebih membantu bagi
mereka yang berduka—membuat mereka lebih mengerti dan nyaman (Wessel, 2003).
Perlu dipahami, terdapat dua tahap umum dalam kedukaan (Maciejewski et. al.,
2007), yaitu (1) duka cita dan keputus-asaan yang amat mendalam, dan (2)
penerimaan dan kerinduan. Tahap ini berputar dan berturut-turut, kadang
menerima, kadang kembali putus asa lagi yang kemudian selalu bergerak maju
menjadi lebih baik.
Dokter
anak merupakan profesi yang memiliki pengalaman paling banyak tentang kematian
anak-anak. Dokter anak ini harus memahami aturan-aturan dalam menyampaikan
berita duka pada keluarga anak, sekaligus menjadi salah satu pihak yang
membantu kelanjutan hidup keluarga yang ditinggalkan. Termasuk megawasi kesejahteraan
mereka dengan menunjukkan kepedulian pada mereka.
Kebanyakan
orang tua akan menyalahkan dirinya atas kematian anaknya. Pada kematian anak
yang sakit kronis, di waktu-waktu mendekati kematiannya, orang tua merasakan
penyesalan yang dalam dan rasa cinta yang terus membesar pada anaknya. Dan
ketika sang anak meninggal, harapan terakhir mereka padam dan perasaan bersalah
muncul. Itu menjadi titik awal kehancuran kehidupan mereka. Ketika itu, diperlukan
orang-orang dari pihak tertentu untuk mendampingi mereka dan memberikan simpati
serta kepeduliannya terhadap mereka.
Jurnal 2
PARENTS GRIEVING THE
LOSS OF THEIR CHILD: INTERDEPENDENCE IN COPING
By: Leoniek
Wijngaards-de Meij, et. al. (2008)
Ringkasan:
Penelitian
ini bertujuan menguji hubungan antara strategi penyelesaian (coping) kedukaan orang tua menggunakan pemahaman
Loss-Orientation dan Restoration Orientation dengan penyesuaian psikologis
setelah kematian anak. Metode yang digunakan adalah 219 pasangan sebagai partisipan dengan jangka
waktu 6, 13 dan 20 bulan setelah kematian anak. Penelitian ini menggunakan
Actor Partner Interdependence Model dengan analisis multi-level regresi pada
pengukuran aktor maupun pasangan dan diijinkan untuk membedakan efeknya menurut
gender.
Hasil
dari penelitian ini ialah loss-orientation (arah pandang kehilangan)
diprediksikan membuat penyesuaian psikologis yang negatif, sedangkan
restoration-orientation (arah pandang perbaikan) berkaitan erat dengan
penyesuaian yang lebih baik. Kesimpulannya, dalam menyelesaikan permasalahan
mengenai kehilangan anak, proses perbaikan baik intrapersonal maupun
interpersonal relevan dengan proses penyesuaian pada orang tua yang kehilangan
anaknya.
PEMBAHASAN BERKAITAN MASALAH
Kematian
anak memberikan dampak yang khas pada orang tua dan saudara yang ditinggalkan.
Hal tersebut umum dan merpakan proses natural. Sama seperti yang digambarkan
Alice Sebold dalam novelnya mengenai bagaimana proses berduka tersebut dijalani
oleh keluarga Sussie Salmon. Dalam kasus kedukaan yang dialami keluarga salmon,
kehilangan anak yang terjadi adalah akibat pembunuhan. Terlebih karena tidak
adanya jasad yang ditemukan, hanya bukti satu anggota tubuh dan benda-benda
yang berceceran di lokasi pembunuhan yang menunjukkan—dan memastikan—bahwa Sussie
salmon telah tiada.
Kasus
tersebut berbeda dengan kematian anak yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan
ataun apapun yang masih dapat terlihat dengan pasti bahwa seorang anak telah
meninggal, karena melihat jasad atau tubuh tersebut telah tak bernyawa. Namun
bagi orang tua Sussie, ataupun orang tua lain yang mengalami kasus seperti Sussie,
akan merasa tidak percaya bahwa anaknya telah tiada. Kenangan yang terpanggil
ketika mengingat anaknya bukanlah kematian, melainkan sosok hidup anaknya.
Sosok anak yang ceria, sedang berbicara dengannya, ataupun sedang bermain
dengan saudaranya. Tidak ada waktu perpisahan—mereka berpisah dalam keadaan
sama-sama hidup (ketika Sussie berangkat sekolah).
Seperti
yang diungkapkan sebelumnya di bagian teori, setiap kedukaan akan berbeda
rasanya pada satu orang dengan orang yang lain. Begitu pula jenis kepergian
anak. Kasus seperti Sussie ini bisa jadi berdampak lebih berat dibanding kasus
lainnya, yang mana orang tua berpisah dengan anaknya yang meninggal karena
sakit dengan mata kepalanya sendiri. Sussie meninggal dan keluarganya menolak
hal tersebut secara afektif dengan berbohong pada keluarga termuda, Buckley
bahwa kakaknya sedang menginap di rumah sahabatnya untuk beberapa hari ke
depan.
Pada
jurnal pertama, dibahas mengenai salah satu cara dalam membantu orang tua dan
saudara anak yang meninggal dengan memberi dukungan untuk penyesuaian
psikologisnya. Menurut saya, prinsip-prinsip dan saran untuk pediatris yang
membantu orang tua yang berkabung cocok juga untuk diterapkan oleh orang-orang
terdekat keluarga yang ingin membantu mereka melakukan penyesuaian kehidupan
dengan tanpa anak yang meninggal itu.
Dampak
lain juga perlu diperhatikan terutama bagi orang tua ialah keberadaan anak lain
yang masih hidup. Mengutip ucapan Willan Lord Coleman, “Orang tua yang berduka
hidup dalam dua kehidupan sekaligus, yang satu ia hidup dengan anaknya, dan
yang satu lagi hidup tanpa anaknya,” orang tua terkadang terlalu memusatkan
perhatiannya pada anak yang telah tiada sehingga melupakan anak-anaknya yang
masih hidup. Memang berat untuk tidak melakukannya sama sekali, apalagi dalam
waktu yang cukup dengan setelah kematian anak. Namun dengan saling mendukung,
keluarga akan dapat menyusun kembali kehidupan setelah melewati proses-proses
yang sudah dirumuskan secara teoretis dan menempatkan anak yang telah tiada itu
di bagian yang aman dalam diri masing-masing mereka.
4.
Rekomendasi Penyelesaian
Penyelesaian
yang bisa diambil dari sebuah kasus kematian anak pada keluarganya ialah,
dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti apa saja yang mempengaruhi pengekspresian
kedukaan tersebut. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dimaksud.
Contohnya
pada kasus Sussie, antara ibu dan ayah Sussie sama-sama merasa tidak sekuat
pasangannya. Mereka sama-sama ingin ditenangkan dan didukung. Mereka terlalu
merasa lemah untuk mendukung satu sama lain. Dampaknya, ketika sang ibu merasa
terpuruk karena kehilangan Sussie, detektif Len yang menangani kasus anaknya
senantiasa peduli dan memberi dukungan. Kepada Len-lah ibu Sussie merasa lebih
baik dan bahkan keluar dari lingkaran kesedihannya, meskipun ibu Sussie
melangkah terlalu jauh—selingkuh dengan Len.
Rekomendasi
yang saya tawarkan ialah sebagai pasangan, tidak perlu menunggu untuk didukung,
melainkan mencoba mendukung satu sama lain. Seperti yang dilakukan Lindsey,
adik Sussie yang memegang kendali atas cahaya kehidupan keluarganya dengan
caranya melanjutkan kehidupan. Padahal lindsey adalah remaja berusia 13 tahun
ketika itu. Dengan memberi mutual support pada pasangan maupun anggota keluarga
yang lain, diharapkan kedukaan yang negatif dapat berangsur menghilang dan
tidak terjadi permasalahan yang lebih banyak.
Pendampingan
dari psikolog, atau minimal dari orang yang memahami psikologis manusia, pada
keluarga yang terguncang akibat kematian anggota keluarga mereka yang masih
muda (anak) merupakan hal penting. Karena proses berkabung ini ialah salah satu
pengalaman yang paling tidak mudah dilalui seseorang. Pemusatan perhatian pada
anak yang telah tiada membuat berbagai hal yang masih ada terbengkalai. Seperti
dalam berbagai jurnal, kenyataannya, seseorang yang berkabung biasanya akan
mengalami penurunan pencapaian baik dalam pekerjaan ataupun pendidikan. Hal
tersebut dikarenakan perhatiannya yang terlalu banyak terpusat pada ‘yang telah
tiada’. Pendamping-lah yang senantiasa membantu orang itu untuk menoleh pada
hal-hal lain yang juga penting untuk diperhatikan.
5.
Daftar Rujukan
Sebold, Alice. 2010. The Lovely Bones. Jakarta: Kompas Gramedia.
Meij, Leoniek W, dkk. 2008. Parents Grieving The
Loss Of Their Child: Interdependence In Coping, British journal of Clinical Psychology 47, 31-42. (online), (http://cirpstudents.com/Research%20Library/assets/parents-grieving-the-loss-of-their-child-interdependence-in-coping.pdf), diakses pada 8 Maret 2016.
Coleman, Willian L. & Richmond, Julius B. 2008 After
The Death Of A Child: Helping Bereaved Parents And Brothers And Sisters.
(online), (https://www.med.unc.edu/ai/pedclerk/resources/Final%20Manuscript%20Copy-Death%20of%20A%20Child.pdf), diakses pada 8 Maret 2016.
Coping With the
Loss of a Loved One, American
Cancer Society. (online), (http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/webcontent/002826-pdf.pdf),
diakses pada 8 Maret 2016.
Crowe, Liz. 2006. When Child Dies, Queensland Health. (online), (https://www.health.qld.gov.au/cpcre/pdf/when_child_dies.pdf), diakses pada 8 Maret 2016.



Komentar
Posting Komentar